Minggu, 16 Januari 2011

Menghindari Investasi Bodong

Jika produk itu menawarkan keuntungan investasi sangat tinggi melebihi bunga bank, mulailah mencurigainya, tak cukup hanya mewaspadai

BERULANG kali terjadi penipuan bermodus penanaman modal masyarakat dengan iming-iming bunga menggiurkan. Beratus, bahkan sampai ribuan orang menjadi korban akibat tergiur bunga tinggi, antara 4 dan 10% per bulan. Berulang kali muncul peringatan dari polisi, Bank Indonesia, Badan Pengawasan Penanaman Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), bahkan juga penyesalan dari sejumlah korban.

Faktanya, investasi bohong-bohongan semacam itu masih bisa memperdayai banyak orang. Yang terbaru, sedikitnya 3.800 orang dari Wonosobo dan beberapa kota lain di Jateng menjadi korban dengan total kerugian lebih dari Rp 104,9 miliar. Mereka menanamkan uangnya di PT Bina Sinar Sejahtera (BSS) yang mempromosikan sebagai perusahaan money trading.

Kasus itu merupakan fenomena puncak gunung es dari investasi bagi hasil di Indonesia. Artinya, kasus serupa sangat banyak, baik berkedok investasi agrobisnis, emas, MLM, koperasi simpan pinjam, maupun bank gelap. Praktik investasi semacam itu tidak akan tumbuh subur bila masyarakat berpikir kritis dan logis.

Namun fakta membuktikan banyak orang terjebak ingin kaya mendadak tanpa kerja keras. Akibatnya, bisnis penipuan berkedok investasi dengan mudah memancing orang yang ’’nekat’’ (desperate) akan janji imbal hasil (return) tinggi.


Perusahaan investasi bodong rupanya tahu bahwa jika para investor awal mendapatkan return sesuai yang dijanjikan, mereka cenderung menginvestasikan kembali hasil dari uang itu. Bahkan kemungkinan mengajak keluarga, teman, atau relasi turut berinvestasi.

Modus dasar dari penipuan berkedok investasi adalah skema Ponzi, yaitu penipuan yang menjanjikan return luar biasa besar yang sebenarnya didapatkan dari uang investor (korban-Red) lain yang menginvestasikan uangnya belakangan, dan sama sekali bukan dari hasil pengelolaan uang para investor tersebut.

Sederhananya, dana milik investor A dipakai untuk membayar bunga kepada investor B, dana investor B dipakai untuk membayar imbal hasil kepada investor C, dan seterusnya. Sampai suatu ketika tidak ada lagi investor baru menanamkan dananya, atau dana yang tersedia sudah tidak mencukupi.
Aada beberapa tips elementer dan prinsip menghindari penipuan seperti itu. Pertama; mencermati potensi keuntungan (return) yang dijanjikan. Jika produk itu menawarkan keuntungan investasi sangat tinggi melebihi bunga bank, mulailah mencurigainya, tak cukup hanya mewaspadai. Apalagi jika menjanjikan keuntungan secara tetap sebab kemungkinan besar itu angin surga.
Edukasi Investasi Kedua; transparansi. Apapun alasannya, investasi yang tidak transparan patut mengundang pertanyaan. Dengan kata lain, investor (masyarakat yang akan menyetor/ menamankan uangnya) perlu tahu bagaimana pengelola investasi itu memutar dananya sehingga mampu menghasilkan keuntungan besar.
Dalam ilmu studi kelayakan bisnis dikenal beberapa metode penilaian investasi. Metode itu tidak terbatas hanya dengan melihat tingkat keuntungan, namun juga memperhatikan berbagai risiko, analisis pasar, dan aspek sosial sebuah investasi.

Ketiga; sebagian masyarakat masih buta berbagai bentuk dan jenis investasi. Karena itu, masalah yang mendesak dirampungkan adalah proses edukasi investasi pada masyarakat.

Upaya itu perlu terus-menerus digalakkan agar nantinya tercipta kesadaran di masyarakat bahwa mereka seharusnya menginvestasikan dananya di berbagai bentuk porfolio investasi yang sehat, aman, dan menguntungkan.
Keempat; masyarakat wajib menyelidiki dan meneliti identitas perusahaan investasi mana pun dan kelompok siapa pun. Perusahaan investasi bodong biasanya menunjukkan profil perusahaan yang tampak profesional dan bonafid untuk meyakinkan ’’calon korbannya’’. Namun, bila Anda pelajari secara saksama, pasti banyak kejanggalan, misalnya ketidakjelasan manajemen pengurus, kinerja investasi, atau tidak adanya laporan keuangan lengkap dan sudah diaudit.

Kelima; kata kunci kesalahan sampai terjadinya banyak korban berada di pihak masyarakat. Jadi, jangan mudah percaya dan teperdaya, soalnya seandainya benar investasi itu memberikan keuntungan besar, tentu pengelola ingin menikmatinya sendiri, tak mungkin membagikan ke orang lain. (10)

— Joko Suprayoga, alumnus Undip, PNS di Dinas Peternakan, Kelautan, dan Perikanan Pemkab Kendal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar